Thursday, October 8, 2009

Sang Pencipta Nama Indonesia

James Richardson Logan, Sang Pencipta Nama Indonesia
sumber:www.andreasharsono.blogspot.com



Sebuah Kuburan, Sebuah Nama

OKTOBER berkunjung ke Protestant Cemetery di Penang guna mencari makam James Richardson Logan, salah satu warga kehormatan Penang, yang juga menciptakan kata, thus khayalan tentang, Indonesia.

Pemakaman terdapat di Jalan Sultan Ahmad Shah. Pintu masuk terletak persis depan Pusat Servis Kereta Toyota.

Francis Loh memimpin rombongan kecil kami menelusuri makam demi makam. Francis Loh kelahiran Penang. Saya sering lihat kuburan ini diterakan dalam brosur turisme Penang. Ia juga bagian dari Penang Heritage Walk –sebuah route khusus jalan-jalan di Penang dimana tempat-tempat bersejarah diberi pengumuman, peta dan sejarahnya. American Express adalah sponsor dari Penang Heritage Walk.

Francis, Anil dan Himanshu tertarik membantu ketika saya beritahu bahwa James Richardson Logan adalah orang yang menciptakan kata “Indonesia.”

Akhirnya, kami menemukan batu makam James Richardson Logan serta saudaranya, Abraham. Mereka dimakamkan bersama-sama. Tinggi makam ini sekitar 1.5 meter. Disana tercantum tanggal kelahiran dan kematian mereka.



Di papan pengumuman, James Logan diterangkan sebagai, “Penang’s foremost man of the press and champion of the natives causes, enshrined in the Logan Memorial in the grounds of the high court.” Antara 1847 dan 1859, dia menerbitkan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, yang kadang juga disebut Logan’s Journals total 27 volume, serta buku Language and Ethnology of the Indian Archipelago. Logan juga dikenal sebagai pembela hak asasi orang non-Eropa.



Menariknya, kami juga menemukan makam George Samuel Windsor Earl, mentor dan kolega James Logan.

Earl adalah orang yang mula-mula membuka diskusi soal bagaimana mereka harus menamakan pulau-pulau yang terletak di Selat Malaka itu?
Baik Semenanjung Malaka, Pulau Sumatra, Borneo, Jawa dan sebagainya. Dalam papan pengumuman, Earl diterangkan sebagai “asistant resident councillor” Straits Settlement pada 1805 hingga 1865 serta mengarang buku The Eastern Seas. Terminologi “eastern seas” mengacu pada kepulauan yang sekarang disebut Indonesia, Singapura, Brunei, Filipina dan Malaysia.



KATA “Indonesia” pertama kali dibuat pada 1850 –mulanya dalam bentuk “Indu-nesians”– oleh George Samuel Windsor Earl. Dia menulisnya dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Earl sedang mencari-cari terminologi etnografis untuk menerangkan “… that branch of the Polynesian race inhabiting the Indian Archipelago” atau “the brown races of the Indian Archipelago.”

Namun, walau sudah menggabungkan dua kata itu, masing-masing dari kata “Indu” atau “Hindu” dengan kata “nesos” atau “pulau” dari bahasa Yunani, Earl menolaknya sendiri. Dia menganggap kata “Indunesia” terlalu umum. Earl menawarkan terminologi lain, yang dinilainya lebih jelas, “Malayunesians.”

Himanshu Bhatt mengatakan pada saya bahwa kata “mala” atau “malaya” artinya “gunung” dari bahasa-bahasa Tamil atau Dravidia di kawasan India. Dia mengingatkan saya nama Puncak Himalaya. Kata “him” –termasuk dalam nama Himanshu sendiri– artinya es atau dingin atau salju. Maka Himalaya artinya “gunung salju.” Para pendatang Tamil atau Kerala dari waktu tiu British India, ketika tiba di Pulau Penang mengikuti Francis Light, menyebut orang-orang lokal, yang tinggal di sekitar gunung, sebagai “Malayan” alias “orang gunung.” Malayan lantas berubah jadi Malay dan Melayu.

James Logan menanggapi usul George Earl soal “Indunesians.” Logan berpendapat “Indonesian” merupakan kata yang lebih menjelaskan dan lebih tepat daripada kata “Malayunesians,” terutama untuk pemahaman geografi, daripada secara etnografi.

“I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian islands or the Indian Archipelago. We thus get Indonesian for Indian Archipelagian or Archipelagic, and Indonesians for Indian Archipelagians or Indian Islanders.”

R. E. Elson dalam bukunya The Idea of Indonesia menulis James Logan adalah orang pertama yang menggunakan kata “Indonesia” untuk menerangkan kawasan ini. Logan lantas memakai kata “Indonesian” maupun “Indonesians” untuk menerangkan orang-orang yang tinggal di kawasan ini. Dia membagi “Indonesia” dalam empat daerah, dari Sumatra hingga Formosa.

Namun kata “Indonesia” tak segera populer. Elson menerangkan bahwa pada 1877, E. T. Hamy, seorang anthropolog Prancis, memakai kata “Indonesians” untuk menerangkan kelompok-kelompok pra-Melayu di kepulauan ini. Pada 1880, anthropolog Inggris A. H. Keane mengikuti Hamy. Perlahan-lahan kata “Indonesia” dipakai para ilmuwan sosial, termasuk Adolf Bastian, ahli etnografi terkenal dari Berlin, yang setuju dengan penjelasan James Logan serta memakai kata “Indonesia” dalam karya klasiknya, Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel, lima jilid terbitan 1884–1894. Reputasi Bastian membuat kata “Indonesia” jadi pindah dari jurnal kecil terbitan Penang ke tempat terhormat di kalangan akademisi Eropa.

Ia mendorong profesor-profesor di Belanda ikut memakai terminologi ini. G. A. Wilken, profesor di Universitas Leiden, pada 1885 memakai kata “Indonesia” untuk menerangkan Hindia Belanda. Wilken mengagumi karya Adolf Bastian. Profesor lain termasuk H. Kern (ahli bahasa kuno), G. K. Niemann, C. M.
Pleyte, Christiaan Snouck Hurgronje maupun A. C. Kruyt, mengikuti Wilken.



Pada awal abad 20, kata benda “Indonesier” dan kata sifat “Indonesich” sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa politik etis, baik di Belanda maupun Hindia Belanda. Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra, organisasi Indische Vereeniging di Belanda mengubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Perhimpunan ini banyak berperan dalam merumuskan nasionalisme Indonesia. Pada 1926, ketika Mohammad Hatta menjadi ketua Indonesische Vereeniging, pembentukan nasionalisme Indonesia makin dimatangkan. Ia hanya soal waktu sebelum terminologi “Indonesia” digunakan oleh orang-orang berpendidikan di kota-kota besar Hindia Belanda.

Hari ini, terminologi Indonesia lebih dilekatkan pada negara Indonesia, yang menggantikan Hindia Belanda, pada 1950, seratus tahun sesudah polemik George Earl dan James Logan. Indunesia dalam terminologi Logan berubah menjadi beberapa negara, termasuk Indonesia, Singapura dan Malaysia. Ironisnya, Penang, tempat dimana nama dan khayalan ini diciptakan, tidak masuk dalam wilayah negara Indonesia. Penang masuk Malaysia. Semenanjung Malaka dan Pulau Sumatra, yang kebudayaannya kental Melayu, terpisah menjadi dua negara. Papua Barat, yang sama sekali tak masuk dalam khayalan Logan, malah masuk wilayah Indonesia. Malaysia dan Indonesia menjadi dua negara berbeda karena mulanya mereka disatukan secara administrasi oleh dua kerajaan Eropa yang berbeda: Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda. Lucunya, dalam buku-buku pelajaran sejarah-sejarahan, Indonesia dikatakan ada sejak zaman Majapahit, lengkap dengan Sumpah Palapa oleh pati Gajah Mada dan gula-gula lainnya. Perjalanan ke Protestant Cemetery mengungkapkan politik real.



Saya senang bisa berjalan-jalan di Protestant Cemetery bersama Francis Loh, Anil Netto dan Himanshu Bhatt. Francis cerita dengan passionate bagaimana dia menemani Anderson, mantan profesornya di Cornell, jalan-jalan di kuburan dan Penang Hill. Sore yang indah. Kami kembali ke The Gurney Resort Hotel dengan banyak kenangan. Saya lega bisa melihat makam orang yang menciptakan khayalan Indunesia.

0 comments:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Ford Cars. Powered by Blogger